Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Wednesday, July 7, 2010

SEPAKBOLA, POLITIK DAN EKONOMI

Wednesday, July 7, 2010
Sihir sepakbola dalam beberapa dekade terakhir ini benar-benar mempesona dan menjadi ekstasi bagi setiap kalangan, tidak peduli laki-laki atau perempuan, tua-muda, orang kaya atau miskin, desa atau kota semua terhipnotis dengan kecepatan, akurasi dan atraksi pemainnya di atas lapangan. Apalagi era 21, dimana sepakbola sudah didesain secara modern dengan berbagai fasilitas penunjangnya yang sangat memadai sehingga atraksi seniman bola bisa dinikmati dengan mudah oleh segenap masyarakat di penjuru dunia.


Sekarang ini, hampir semua negara menjadikan sepakbola sebagai pilot project promosi nama negaranya di seantero dunia, apa yang dimiliki oleh negara tersebut dapat secara nyata diperkenalkan melalui sepakbolanya. Maka tidak mustahil apabila banyak uang mengalir pada aktivitas ini. Tengok saja, bagaimana pemerintah Indonesia menyediakan dana 130 Milyar lebih untuk renovasi stadion yang akan dipakai untuk piala Asia, bagaimana Jerman menghasiskan hampir 3 trilyun untuk memperbaiki stadion dan fasilitas pendukungnya, dan yang terbaru Afrika Selatan sebagai negara miskin dengan rela menyediakan dana Negara sebesar 5 trilyun untuk membangun dan merenovasi stadion dan penunjang kegiatan piala dunia 2010. begitu menghipnotisnya sepakbola dimata masyarakat dunia.

Sepakbola dan politik
Dalam sepakbola lazimnya dikenal dengan three strategic theory of football yaitu bertahan (defense), menyerang, dan Normal. Teori tersebut bisa dipakai oleh pelatih dimana saja dan kapan saja tergantung kebutuhan dan siapa lawan, misalnya Italia lebih senang menggunakan teori bertahan, sesekali menyerang balik dengan cepat, Belanda dengan total footballnya yang identik dengan penyerangan disemua lini, Jerman dengan gaya normal-normal saja. Semua itu adalah strategi yang digunakan oleh setiap pelatih untuk memenangkan pertandingan. Sebenarnya, strategi yang di gunakan dalam dunia sepakbola tidak berbeda dengan strategi yang digunakan dalam dunia militer, bahkan banyak pakar mengatakan bahwa strategi yang digunakan dalam sepakbola menyontek strategi militer.

Mari sejenak kita lihat awal mula sepakbola terkait hubungannya dengan politik. Dulu, orang mengira sepak bola lahir di negara Inggris. Tetapi pada kenyataannya bahwa sepak bola yang lahir di Inggris adalah sepak bola modern, sedangkan permainan sepak bola telah ditemukan jauh hari dari pada sepakbola yang dikembangkan pertama kalinya di Inggris yaitu sejak 3000 tahun yang lalu dan tentunya dalam bentuk yang berbeda-beda. Menurut Bill Muray (dalam Sembiring), pakar sejarah sepak bola, dalam bukunya The World Game: A History of Soccer, sepak bola sudah dimainkan oleh orang-orang di era Mesir Kuno sejak awal Masehi. Saat itu, orang mesir sudah mengenal permainan membawa dan menendang bola yang dibuat dari buntalan kain linen. Sejarah Yunani Purba juga mencatat ada sebuah permainan yang disebut episcuro, yaitu permainan dengan menggunakan bola. Bukti itu dapat dilihat pada relief-relief di dinding museum yang melukiskan anak muda memegang bola bulat dan memainkannya dengan paha. Sepak bola juga disebut-sebut berasal dari daratan Cina. Dalam sebuah dokumen militer disebutkan bahwa sejak 206 SM, pada masa pemerintahan Dinasti Tsin dan Han, orang-orang sudah memainkan permainan bola yang disebut tsu chu. Tsu mempunyai arti “menerjang bola dengan kaki“. Sedangkan chu, berarti “bola dari kulit dan ada isinya“. Mereka bermain bola yang terbuat dari kulit binatang dengan cara menendang dan menggiringnya ke sebuah jaring yang dibentangkan pada dua tiang. Jepang pun tidak mau ketinggalan. Sejak abad ke-8, konon masyarakatnya sudah mengenal permainan ini. Mereka menyebutnya sebagai Kemari. Bolanya terbuat dari kulit kijang berisi udara

Bagaimana dengan dinegeri unik seperti Indonesia, menurut dokumen sejarah Indonesia yang ada di negeri Belanda “masih perdebatan”, bahwa sejarah olahraga sepakbola di Indonesia diawali oleh pendatang dari luar negeri, bukan dari Indonesia asli, yakni para pedagang dari negeri Tiongkok sekitar abad 7 M yang mulai masuk wilayah nusantara khususnya diwilayah kerajaan Sriwijaya. Seperti diketahui permainan masyarakat Cina abad ke-2 sampai dengan ke-3 SM sudah mengenal olah raga sejenis sepak bola yang dikenal dengan sebutan “tsu chu “. Kemudian, olah raga itu tersebut juga ada sebagian dibawa dari para pedagang yang berasal dari negeri Belanda, awal masuknya ke Indonesia sekitar tahun 1602 M, dan kemudian selanjutnya pada perkembangan-Nya Sepakbola tersebut lahir dari proses aktifitas dagang mereka di Indonesia.

Sepakbola sejagat yang dikenal dengan sepakbola piala dunia sudah memasuki akhir dari drama uforia manusia sejagat, semenjak Uruguai dikalahkan Belanda 3:2, dan Jerman dikalahkan Spanyol 1:0, dan dalam beberapa hari kedepan kita sudah memperoleh hasil akhirnya, siapa juara dunia sejati antara Belanda Vs Spanyol. Namun demikian bukan berarti magnet sepakbola berakhir begitu saja, masih banyak agenda-agenda sepakbola yang akan menghiasi beberapa stasiun televisi, dan yang demikian ini akan terus dan terus, sampai sulit menebak kapan cerita fenomenal bernama sepakbola ini berakhir. Dan realitasnya, magnet sepak bola begitu kolosal, dan sangat memikat perhatian umat manusia, sehingga manusia dari segala penjuru dunia dan dari aneka suku bangsa, negara, budaya, agama, ras, yang berbeda itu pun bisa menyatu menjalin persahabatan dan membangun kebersamaan. Tak pelak, perhelatan sepak bola piala dunia inipun dijadikan sebagai media diplomasi politik negara-negara di dunia.
Dan sangat mungkin sepakbola menjadi alat politik tidak hanya politik negara tetapi sudah merambah pada politik lokal. Sepak bola tidak lagi sekadar kegiatan netral, di mana sepak bola untuk sepak bola itu sendiri, melainkan ada kandungan politik, sekaligus menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran dalam politik. Artinya, lewat sepak bola seperti yang dipertontonkan pada piala dunia yang begitu akbar, setiap masyarakat dan bangsa-bangsa dapat saling mempelajari, saling berjuang membina relasi persaudaraan sambil menciptakan keuntungan-keuntungan sosial, politik, budaya, dan ekonomi.dan pertanyaan adalah apa hubungan antara sepakbola dan politik? Robert Kennedy (1960) dalam pidatonya yang fenomenenal mengatakan bahwa sepak bola dapat dijadikan sebagai alat politik karena dalam momentum akbar sepak bola, ia dapat dipandang sebagai suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana suatu bangsa di dunia internasional.

Pada kenyataannya, sepak bola dijadikan sebagai alat politik bukan hanya dalam wacana, melainkan dalam perjalanan sejarahnya kerap dijadikan sebagai alat legitimasi politik dan kekuasaan dari para politisi atau penguasa. Mari kita telusuri, baik ditingkatan lokal maupun negara, banyak politisi atau penguasa menggunakan sepak bola untuk memperkuat dan menaikkan pamor politik, juga tidak jarang para politisi memiliki langsung sebuah klub sepak bola. Mantan Perdana Menteri Italia, Berlusconi, merupakan contoh yang paling pas seorang politisi memiliki klub sepak bola, yakni AC Milan.

Tak beda jauh dengan Berlusconi, diktator Bennito Mussolini, penguasa Italia dan diktator Spanyol, Franco. Franco konon pernah memanfaatkan klub sepak bola Real Madrid sebagai alat legitimasi kekuasaannya, dan Mussolini, Italia kerap merasa dirinya penting ditampilkan dalam pose-pose olahraga, seperti bermain anggar, tenis, atau naik kuda. Tak jarang Mussolini berada di tengah-tengah tim sepak bola. Bagi Mussolini, seorang politikus sejati, haruslah serentak merupakan simbol kejantanan sportif, seperti halnya seorang pese-pak bola. Karena itulah, pada Piala Dunia 1934, sang diktator memaksakan untuk digelar di Italia, dan kesebelasan nasional Italia dipaksa harus menang meski harus "mati" di lapangan.

Di Indonesia, Bung Karno merupakan contoh dari politisasi sepakbola, karena ia menggunakan olahraga atau sepak bola sebagai alat legitimasi politik kekuasaan. Hal ini dapat dilihat melalui pembangunan Gelora Bung Karno (GBK), di masa pemerintahannya. Bangsa inipun diharumkan namanya lewat pembangunan GBK waktu itu, yang meskipun di balik itu ia dinilai terlalu mengorbankan aspek ekonomi rakyat dalam negeri dan membiarkan rakyatnya terpuruk dalam kemiskinan.

Lebih sempit lagi, fenomena pengakuan sepakbola dalam politik tercermin ketika terjadi pemilihan umum daerah, dimana para calon baik Gubernur, Walikota/Bupati, yang sebelumnya tidak peduli dengan sepakbola lokalnya menjadi sangat peduli, bahkan menjanjikan akan mengayomi, menghidupi dan bahkan akan menyediakan dana dari APBD untuk kelangsungan kehidupan sepakbolanya, semua itu tidak lain adalah upaya politisasi kepentingan sesaat untuk mengejar ambisi politiknya, dengan suatu harapan bahwa suporter atau pecinta sepakbola setempat akan memilih calon tersebut menjadi gubernur, bupati atau walikota…..Aneh…!!! ada apa dengan sepakbola?

Belum lagi dalam permainan sepak bola itu sendiri secara nyata mengajarkan kepada kita aspek nilai atau perikehidupan politik, atau seperti strategi memenangkan pertarungan politik atau keterlibatan publik di dalamnya yang diidentikan ke dalam apa yang disebut demokrasi. Misalnya, dalam demokrasi, yang didahulukan adalah kepentingan umum, kemudian barulah kepentingan pribadi. Tujuan utama demokrasi adalah menciptakan ruang bagi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bersama.
Itulah yang terlihat secara jelas dalam permainan sepak bola, yaitu yang diutamakan adalah kebersamaan untuk menggapai kemenangan. Jika dalam politik, partai politik adalah arena atau lapangan politik bagi rakyat untuk membangun politik demokrasi, maka dalam sepak bola, lapangan hijau menjadi "lapangan politik" milik rakyat untuk membangun kepentingan bersama.Sayangnya, dalam praksis politik, yang menonjol adalah perjuangan para politisi untuk memenuhi ambisi pribadi, bukan kepentingan bersama seperti dalam permainan sepak bola.

Sepakbola dan Ekonomi
Satu sampai dua tahun yang lalu terjadi perubahan kebijakan yang dikeluarkan oleh Mendagri tentang penggunaan anggaran negara untuk kepentingan sepakbola lokal. Dimana ada pembatasan pembiayaan terhadap klub sepakbola yang dimiliki oleh daerah maksimal 10 Milyar. Padahal dalam prakteknya dana belanja klub jauh diatas dana pembatasan mendagri tersebut. Hal ini berdampak bagi kelangsungan kehidupan klub yang selama ini sangat menggantungkan pada Infus dana APBD. Tengok saja Persebaya yang membutuhkan dana 25 Milyar, Persib Bandung 25 Milyar, Persija 35 Milyar dan lain-lain. Melihat kenyataan yang demikian ada kegelisahan yang sangat luar biasa dari stakeholder klub, baik itu pemilik, pemain dan suporter, bahwa klub yang mereka cintai, klub yang menjadi kebanggaan daerahnya bahkan klub yang menjadi sumber nafkah akan mati sia-sia. Wou…luar biasa…

Upaya yang dilakukan oleh Menteri dalam Negeri tidak lain dan tidak bukan –sebenarnya- adalah menjadikan industri sepakbola sebagai industri perseroan, artinya bahwa sepakbola akan menjadi institusi bisnis yang tidak hanya menghasilkan keindahan seniman bolanya tetapi juga menghasilkan keuntungan secara ekonomi.
Dalam industri sepak bola yang selama ini berkembang dinegara-negara Eropa, sepakbola benar-benar menjadi business potential yang menjanjikan. Betapa Gilleth menyediakan dana 8 trilyun untuk memiliki Liverpool, betapa Real Madrid menghabiskan dana 3.2 trilyun hanya untuk membeli paket Ronaldo, Kaka dan Albiol. Terlebih lagi gaji pemain Real Madrid yang rata-rata 1 Milyar/Minggu. Luar biasa…..Dan masih banyak fenomena ekonomi yang irrasional dalam sepakbola. Oleh sebab itu, betapa pentingnya industri bisnis ini dalam kegiatan ekonomi suatu daerah bahkan negara. Sejenak kita gali beberapa pengaruh kegiatan sepak bola terhadap kegiatan ekonomi:

Pertama, terjadinya effect multiplier, dengan kata lain bahwa adanya kegiatan sepakbola akan menjadikan stadion baru, dengan stadion baru secara otomatis akan mendatangkan pedagang-pedagang baru baik makanan, tiket, bahkan Merchandis klub/tim dan seterusnya. Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa munculnya sepakbola (yang profesional) akan menambah jumlah tenaga kerja disemua kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan sepakbola, dan lain sebagainya. Sehingga kegiatan ekonomi di daerah tersebut akan berjalan dengan baik.
Kedua, sepakbola dapat menjadi “iklan” bagi daerah ataupun negara.
Ketiga, sepakbola akan menjadi magnet industri yang berbasis kompetitif bagi pngusaha-pengusaha baik lokal maupun domestik terhadap kepemilikan sebuah klub. Dll.

Dari fenomena di atas dapat di simpulkan bahwa sepak bola bisa menjadi magnet yang luar biasa bagi kelangsungan kehidupan manusia tanpa membedakan suku, budaya, ras, agama atau apapun. Oleh sebab itu, mari kira jadikan sepakbola sebagai satu seni yang mampu menghipnotis batin kita sehingga muncul ketenangan dan kesenangan bersama.

Bravo sepak bola Indonesia……

0 komentar:

Post a Comment

 

Statistik Pengunjung