Dua hari terakhir, tanggal 19 dan 20 Pebruari –kira-kira pukul 19.00-22.00 terjadi insiden yang cukup memprihatinkan, yaitu Blackout atau lampu padam di Malang raya. Mungkin sebagian orang mafhum dengan kejadian ini, tetapi – saya yakin- lebih banyak yang menyesalkan kejadian ini
Bagi sebagian orang yang me-mafhum-isasi jangan diartikan tidak kecewa dengan padamnya lampu tetapi wujud ekspresi kepasrahan yang tidak tersolusikan. Sedangkan bagi yang secara nyata kecewa tentu padam 8 jam dalam 2 hari disaat Primary time menghadirkan buntut kekecewaan yang luar biasa.
Pertanyaanya sederhananya adalah mengapa kok mesti mati? Padahal – walaupun hanya anekdot- kalau pelanggan terlambat membayar biaya penggunaan jasa PLN mereka kena denda tetapi bagaimana jika pihak PLN mematikan lampu sepihak???? Anekdot ini juga berlaku untuk kredit. Ketika kita kredit motor, jika terlambat membayar akan dikenakan denda atau bahkan terlambat membayar beberapa bulan sangat mungkin barang akan disita. Tetapi sebaliknya, jika membayar tepat waktu berarti tidak ada persoalan, dan bahkan jika pembayaran cicilan kredit dibayarkan sebelum tanggal pembatasan pembayaran akhir, mengapa kok tidak mendapatkan reward? Kira-kira begitu…..adilkan metode ini..wallaua’lam..
Dalam teori permintaan –asumsi pasar sempurna- dapat dikatakan bahwa jumlah yang diminta pelanggan terhadap jasa PLN harus diimbangi oleh kualitas layanan yang sesuai dengan nilai yang dikeluarkan oleh konsumen. Sehingga dalam teori pemasaran akan tercipta kepuasan pelanggan/konsumen. Inilah yang disebut dengan asas keadilan transaksi. Keadaan ini berbanding terbalik dengan pasar monopoli, dimana penjual dalam jangka pendek bisa memaksimalkan keuntungan setinggi mungkin, sehingga berdampak kepada harga yang ditawarkan. Konsekuensinya konsumen akan terbebani dengan biaya yang tinggi. Inilah kenyataan itu, baik tukang kredit maupun PLN sebenarnya berada pada posisi monopoli. Artinya hak konsumen terbelenggu oleh kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh 2 instansi tersebut.
Tulisan sederhana ini merupakan bentuk ekspresi kekecewaan dan bermaksud menyampaikan apa adanya serta memberikan sedikit gambaran kepada publik tentang dampak 8 jam yang “mematikan’ dan bukan bermaksud memprovokasi atau memanas-manasi pembaca. Maka dari itu tulisan ini akan mengungkap tentang sebagaian dampak Blackout 8 jam di sebagian besar Malang raya, khususnya dilingkungan kampus.
1. Bagi Mahasiswa dan pelajar
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa mahasiswa/pelajar umumnya belajar aktif dikelas antara pukul 07.00-14.00 setelah itu mereka istirahat. Ada yang bantu orang tua, maen ke tampat temen, sepakbola, bahkan ada yang les/kursus. Umumnya mahasiswa ataupun pelajar memanfaatkan waktu belajarnya dimalam hari yakni antara pukul 18.30-22.00, pertanyaannya adalah bagaimana kalo jam-jam tersebut lampu mati? Sedangkan 99% masyarakat Malang menggunakan jasa Listrik. Tentunya jawabannya gampang, ya tidak belajar…..akan timbul persoalan jika mahasiswa ataupun pelajar ada tugas atau pekerjaan rumah (PR)? Memang sederhana pemahamnnya, tetapi subtansinya sangat sulit dihitung kerugian kualitatif sebagai akibat dari blackout tersebut.
2. bagi dunia usaha/UMKM
dengan adanya blackout yang oleh istilah penulis sebagai premary time, tentu usaha kecil dan menengah paling merasakan dampak dari blackout tersebut. Ambil contoh, pedagang nasi goreng, lalapan, , minuman sampai kepada aspek jasa seperti counter HP dan warnet….pengamatan dilapangan dari sektor jasa terjadi efek yang luar biasa dan menanggung konsekuensi dari kejadian tersebut yaitu TUTUP. Masih mending sektor barang seperti para penjual nasi, lalapan, gorengan dll. Masih bisa menggunakan lampu tempel atau sejenisnya. Mari kita hitung contoh kerugian secara sederhana: misalkan ada 100 saja warnet, dengan tarif per jam 3000 rupiah, maka jika dikalikan 4 jam akan ketemu 12.000 rupiah jika dikalikan dengan 100 warnet maka diperoleh 120.000 rupiah yang hilang. Ini contoh sederhana. Persoalannya adalah bagaimana jika warnetnya lebih dari 100? Bagaimana jika penjual kopi lebih dari 1000 penjual? Bagaimana jika toko-toko terpaksa tutup lebih dari 5000 toko? Kemudian berapa nilai kerugian total akibat kejadian tersebut???? 1 milyar atau 2 milyar atau 10 milyar? LUAR BIASA…
3. bagi peminat tayangan TV
di Malang Raya ini hampir 90% penduduknya –baik penduduk asli maupun pendatang- merupakan penikmat acara televisi dan kurang lebih 60% memiliki Televisi. Mungkin orang tidak begitu peduli ketika blackout dibawah pukul 18.00 atau mungkin diatas pukul 22.00 sebab orang Malang –mayoritas- masih disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Tetapi akan berbeda jika blackout terjadi pukul 19.00-22.00. mengapa? Karena waktu tersebut orang lebih banyak istirahat, kumpul sama keluarga, makan bersama sambil asik nonton TV. Belum lagi acara yang paling ditunggu oleh kaum hawa adalah sinetron yang tayang pada jam tersebut…………….
Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman yang sama antara pihak terkait –dalam hal ini PLN- untuk senantiasa melibatkan banyak pihak khususnya konsumen jasa dari produk PLN didalam mengambil keputusan melakukan Blackout, terutama dilandasi oleh efek yang multiplier dimasyarakat. Jangan sampai keputusan tersebut memutus kesempatan dari berbagai pihak masyarakat khususnya dunia usaha dan pelajar untuk terjadinya trade off bagi mereka.
Masyarakat secara umum memang memaklumi kondisi sebenarnya yang terjadi dengan PLN, yaitu kurangnya daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Belum lagi diperparah adanya “Maling Daya” yaitu orang-orang yang menyambung listrik secara ilegal. Tetapi persoalan tersebut dapat dipecahkan secara bersama-sama dengan masyarakat sehingga persoalannya dapat diatasi dengan baik. Minimal dapat mengurangi kekecewaan masyarakat akibat keputusan sepihak PLN. Tidak cukup hanya memberikan informasi Blackout saja tetapi perlu duduk bersama…..sebab waktu bagi masyarakat sangatlah penting….agar tidak merugikan masyarakat secara umum..wallahua’lam bisshowab….
Pertanyaanya sederhananya adalah mengapa kok mesti mati? Padahal – walaupun hanya anekdot- kalau pelanggan terlambat membayar biaya penggunaan jasa PLN mereka kena denda tetapi bagaimana jika pihak PLN mematikan lampu sepihak???? Anekdot ini juga berlaku untuk kredit. Ketika kita kredit motor, jika terlambat membayar akan dikenakan denda atau bahkan terlambat membayar beberapa bulan sangat mungkin barang akan disita. Tetapi sebaliknya, jika membayar tepat waktu berarti tidak ada persoalan, dan bahkan jika pembayaran cicilan kredit dibayarkan sebelum tanggal pembatasan pembayaran akhir, mengapa kok tidak mendapatkan reward? Kira-kira begitu…..adilkan metode ini..wallaua’lam..
Dalam teori permintaan –asumsi pasar sempurna- dapat dikatakan bahwa jumlah yang diminta pelanggan terhadap jasa PLN harus diimbangi oleh kualitas layanan yang sesuai dengan nilai yang dikeluarkan oleh konsumen. Sehingga dalam teori pemasaran akan tercipta kepuasan pelanggan/konsumen. Inilah yang disebut dengan asas keadilan transaksi. Keadaan ini berbanding terbalik dengan pasar monopoli, dimana penjual dalam jangka pendek bisa memaksimalkan keuntungan setinggi mungkin, sehingga berdampak kepada harga yang ditawarkan. Konsekuensinya konsumen akan terbebani dengan biaya yang tinggi. Inilah kenyataan itu, baik tukang kredit maupun PLN sebenarnya berada pada posisi monopoli. Artinya hak konsumen terbelenggu oleh kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh 2 instansi tersebut.
Tulisan sederhana ini merupakan bentuk ekspresi kekecewaan dan bermaksud menyampaikan apa adanya serta memberikan sedikit gambaran kepada publik tentang dampak 8 jam yang “mematikan’ dan bukan bermaksud memprovokasi atau memanas-manasi pembaca. Maka dari itu tulisan ini akan mengungkap tentang sebagaian dampak Blackout 8 jam di sebagian besar Malang raya, khususnya dilingkungan kampus.
1. Bagi Mahasiswa dan pelajar
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa mahasiswa/pelajar umumnya belajar aktif dikelas antara pukul 07.00-14.00 setelah itu mereka istirahat. Ada yang bantu orang tua, maen ke tampat temen, sepakbola, bahkan ada yang les/kursus. Umumnya mahasiswa ataupun pelajar memanfaatkan waktu belajarnya dimalam hari yakni antara pukul 18.30-22.00, pertanyaannya adalah bagaimana kalo jam-jam tersebut lampu mati? Sedangkan 99% masyarakat Malang menggunakan jasa Listrik. Tentunya jawabannya gampang, ya tidak belajar…..akan timbul persoalan jika mahasiswa ataupun pelajar ada tugas atau pekerjaan rumah (PR)? Memang sederhana pemahamnnya, tetapi subtansinya sangat sulit dihitung kerugian kualitatif sebagai akibat dari blackout tersebut.
2. bagi dunia usaha/UMKM
dengan adanya blackout yang oleh istilah penulis sebagai premary time, tentu usaha kecil dan menengah paling merasakan dampak dari blackout tersebut. Ambil contoh, pedagang nasi goreng, lalapan, , minuman sampai kepada aspek jasa seperti counter HP dan warnet….pengamatan dilapangan dari sektor jasa terjadi efek yang luar biasa dan menanggung konsekuensi dari kejadian tersebut yaitu TUTUP. Masih mending sektor barang seperti para penjual nasi, lalapan, gorengan dll. Masih bisa menggunakan lampu tempel atau sejenisnya. Mari kita hitung contoh kerugian secara sederhana: misalkan ada 100 saja warnet, dengan tarif per jam 3000 rupiah, maka jika dikalikan 4 jam akan ketemu 12.000 rupiah jika dikalikan dengan 100 warnet maka diperoleh 120.000 rupiah yang hilang. Ini contoh sederhana. Persoalannya adalah bagaimana jika warnetnya lebih dari 100? Bagaimana jika penjual kopi lebih dari 1000 penjual? Bagaimana jika toko-toko terpaksa tutup lebih dari 5000 toko? Kemudian berapa nilai kerugian total akibat kejadian tersebut???? 1 milyar atau 2 milyar atau 10 milyar? LUAR BIASA…
3. bagi peminat tayangan TV
di Malang Raya ini hampir 90% penduduknya –baik penduduk asli maupun pendatang- merupakan penikmat acara televisi dan kurang lebih 60% memiliki Televisi. Mungkin orang tidak begitu peduli ketika blackout dibawah pukul 18.00 atau mungkin diatas pukul 22.00 sebab orang Malang –mayoritas- masih disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Tetapi akan berbeda jika blackout terjadi pukul 19.00-22.00. mengapa? Karena waktu tersebut orang lebih banyak istirahat, kumpul sama keluarga, makan bersama sambil asik nonton TV. Belum lagi acara yang paling ditunggu oleh kaum hawa adalah sinetron yang tayang pada jam tersebut…………….
Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman yang sama antara pihak terkait –dalam hal ini PLN- untuk senantiasa melibatkan banyak pihak khususnya konsumen jasa dari produk PLN didalam mengambil keputusan melakukan Blackout, terutama dilandasi oleh efek yang multiplier dimasyarakat. Jangan sampai keputusan tersebut memutus kesempatan dari berbagai pihak masyarakat khususnya dunia usaha dan pelajar untuk terjadinya trade off bagi mereka.
Masyarakat secara umum memang memaklumi kondisi sebenarnya yang terjadi dengan PLN, yaitu kurangnya daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Belum lagi diperparah adanya “Maling Daya” yaitu orang-orang yang menyambung listrik secara ilegal. Tetapi persoalan tersebut dapat dipecahkan secara bersama-sama dengan masyarakat sehingga persoalannya dapat diatasi dengan baik. Minimal dapat mengurangi kekecewaan masyarakat akibat keputusan sepihak PLN. Tidak cukup hanya memberikan informasi Blackout saja tetapi perlu duduk bersama…..sebab waktu bagi masyarakat sangatlah penting….agar tidak merugikan masyarakat secara umum..wallahua’lam bisshowab….
0 komentar:
Post a Comment