Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Sunday, February 14, 2010

Mengurangi Resiko Dengan Mengembangkan Sistem Asuransi Bagi Nelayan

Sunday, February 14, 2010
Dalam rentang 3 – 4 tahun terakhir, masa-masa paceklik seakan berlangsung sepanjang tahun. Cuaca tidak menentu, sehingga hasil tangkapan nelayan kecil menjadi menurun drastis. Bagi nelayan kecil yang biasanya hanya beroperasi di sekitar wilayah pantai, gejala over-fishing dan kerusakan lingkungan laut akibat pemakaian alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (seperti jaring trawl, mini-trawl, bius, dan bom ikan) mulai tampak terasa.
Dalam sehari melaut, nelayan kecil seringkali pulang dengan tangan hampa tanpa hasil tangkapan. Kalaupun mendapatkan tangkapan, hasilnya hanya cukup meng-cover biaya melaut selama sehari dengan sedikit sisa untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang pas-pasan. Bahkan, kadangkala hasil tangkapan selama sehari melaut tidak cukup untuk meng-cover biaya melaut, apalagi kebutuhan hidup mereka.
Melihat fenomena tersebut, setidaknya, diperlukan upaya yang semakin intensif memberdayakan masyarakat pesisir, terutama nelayan kecil dan buruh nelayan, agar mampu membangun semacam keterjaminan sosial di tengah ketidakpastian perolehan hasil dari penangkapan ikan di laut.

Walaupun terhimpit oleh beban hidup yang semakin berat dalam hidup sehari-hari, sesungguhnya di kalangan masyarakat nelayan tetap muncul gagasan-gagasan lokal yang cerdas untuk sekedar menjamin kehidupannya secara terbatas. Gagasan lokal tersebut memang ada yang berjalan dengan baik, ada yang berhenti di tengah jalan, bahkan ada yang belum sempat berlaku di kalangan masyarakat nelayan. Seperti Jimpitan, Solidaritas, Santunan, Asuransi, (retribusi, potongan juragan, Premi), Asuransi Kesehatan.
Melihat kondisi objektif seperti itu, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir bekerjasama dengan PT. MULTI DECON melakukan sebuah studi komprehensif yang diambil dari observasi mendalam di kalangan masyarakat nelayan, terutama berkaitan dengan sketsa kehidupan nelayan sampai pada khazanah indigenous knowledge.

Yang dilakukan nelayan sebagai strategi mempertahankan hidup mereka di tengah ketidakpastian. Dari rangkaian riset mendalam di beberapa lokasi komunitas nelayan, diambil beberapa model yang bisa dikembangkan sebagai kerangka program Sistem Asuransi Masyarakat Nelayan di Indonesia.

Penelitian ini bergerak dari observasi lapangan di lingkungan masyarakat nelayan secara langsung. Data-data diambil secara sampling dari empat komunitas nelayan di empat kabupaten, yaitu Cirebon, Pati, Takalar, dan Tulang Bawang. Dari sini, observasi kemudian dikembangkan secara snow-ball dengan berbagai pendekatan yang mendalam di kalangan masyarakat nelayan di empat komunitas tersebut.

Kerangka tujuan dari riset ini ialah mengetahui dan merekontruksikan sketsa kehidupan masyarakat nelayan beserta khazanah strategi lokal yang dikembangkan nelayan dalam rangka memenuhi kebutuhan sosial mereka untuk mempertahankan keberlangsungan hidup mereka sehari-hari. Temuan-temuan dalam riset ini akan dijadikan rujukan mengembangkan berbagai model program jaminan sosial (system asuransi) bagi masyarakat nelayan.

Dengan kondisi yang berbeda-beda, ada beberapa model penjaminan sosial yang berkembang di banyak komunitas nelayan, baik yang institutionalized maupun yang masih tradisional-temporer.

A. Jimpitan
Tradisi ini sebenarnya banyak berlaku di kalangan masyarakat pedesaan, terutama di kalangan masyarakat petani dalam bentuk sejimpit beras. Di kalangan masyarakat nelayan, tradisi ini dikembangkan menjadi gagasan social security untuk membantu kesejahteraan nelayan dan kepentingan bersama.

Tradisi jimpitan di kalangan masyarakat nelayan ini dikembangkan secara berkelompok (sekitar 40 orang nelayan kecil). Masing-masing kelompok dikoordinasikan oleh ketua kelompok masing-masing. Kelompok-kelompok nelayan ini biasanya dibentuk berdasarkan lokasi tempat tinggal nelayan dalam kampung nelayan. Ide berkelompok ini biasanya dipelopori oleh tokoh masyarakat nelayan setempat.

Bentuk jimpitan yang berlaku biasanya berupa setoran seekor ikan hasil tangkapan setiap kali melaut yang dikumpulkan kepada ketua kelompok masing-masing. Atas nama kelompok, ketua kelompok menjual ikan hasil setoran kepada pembeli. Adapun hasilnya kemudian kemudian disimpan sebagai simpanan bersama. Tradisi ini sempat berjalan di kalangan nelayan Mundu Pesisir, Kabupaten Cirebon. Ketua Rukun Nelayan di wilayah itu ialah Khaerun, seorang tokoh pemuda di desa itu. Gagasan yang sama pernah mau dikembangkan oleh nelayan di Kuala Teladas, Tulang Bawang, namun belum sempat terealisasi. Ada kemungkinan, kegagalan tersebut disebabkan jumlah jimpitan yang terlalu besar, yaitu sebesar satu kilogram setiap bulan.

B. Solidaritas
Di Kalangan nelayan kecil dan buruh nelayan, masih ditemukan solidaritas di antara mereka jika salah satu dari mereka mengalami musibah atau menghadapi bahaya bersama. Namun, solidaritas ini biasanya berlaku dalam kelompok (baik yang tergabung dalam satu juragan atau berdasarkan tempat tinggal).

Solidaritas yang terbangun dalam sebuah kelompok yang tergabung dalam satu juragan biasanya dalam bentuk iuran bersama untuk membantu salah satu anggota kelompok yang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, atau kehilangan alat tangkap. Solidaritas ini biasanya juga diperkuat oleh Juragan dalam bentuk santunan yang paling besar di antara sumbangan para nelayan kecil dan buruh nelayan.

Dalam wawancara dengan nelayan migran dari Brebes di Kuala Teladas, Tulang Bawang, misalnya, diperoleh informasi bahwa diantara mereka yang berasal dari satu daerah di wilayah rantau saling menjaga solidaritas. Jika ada nelayan di antara mereka yang kebetulan menginduk pada satu juragan (Sali, kebetulan juga dari Brebes) yang kehilangan alat tangkap, maka mereka membantu iuran sekedarnya (sekitar Rp. 20.000) untuk diberikan kepada nelayan Brebes yang mengalami musibah itu. Iuran itu dikoordinasi oleh juragan, yang kemudian memberi tambahan yang lebih besar lagi dari hasil iuran itu untuk membeli peralatan tangkap yang baru (tambahan dana dari juragan kadangkala digratiskan, tetapi kadangkala dianggap hutang, atau sebagiannya dianggap hutang).

C. Santunan
Hubungan antara juragan dengan buruh nelayan atau nelayan kecil sesungguhnya masih menyisakan mekanisme yang humanis, yaitu adanya santunan dari juragan. Mekanisme santunan ini diberikan bila ada buruh atau nelayan kecil yang menginduk kepada seorang juragan sedang mengalami musibah, seperti sakit, meninggal, atau kehilangan alat tangkap. Jika ada salah seorang nelayan kecil atau buruh mengajukan permohonan hutang kepada juragan untuk keperluan berobat atau pembelian alat tangkap yang hilang, misalnya, maka juragan biasanya memberinya pinjaman dan sedikit santunan kepada buruh atau nelayan kecil yang mengalami musibah itu.

D. Asuransi Modern
Di beberapa kalangan buruh nelayan sebenarnya sudah ada yang memberlakukan bentuk-bentuk asuransi modern, terutama asuransi kematian atau kecelakaan selama melaut. Modelnya juga berbeda-beda. Setidaknya, ada 3 model yang ditemukan sebagai bentuk asuransi modern, yaitu :

* Model 1 : Retribusi
Model seperti ini berlaku di Juwana, Pati, Jawa Tengah, di mana KUD Sarono Mino sebagai pengelola retribusi. Hal yang sama sebenarnya pernah dilakukan oleh KUD Mina Bahari di TPI Kejawaan, Cirebon, namun usaha ini akhirnya berhenti setelah KUD Mina Bahari mengalami kebangkrutan. Setiap transaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di potong sebagai retribusi sebesar 5% dari hasil transaksi (3% diambil dari nelayan dan 2% diambil dari bakul). Dana asuransi diambilkan dari dana retribusi tersebut, yaitu asuransi paceklik sebesar 0,50% dan asuransi kecelakaan nelayan sebesar 0,15%.
* Model 2 : Premi
Model seperti ini dilakukan beberapa juragan di Juwana, Pati, Jawa Tengah, dan juga dilakukan oleh beberapa perusahaan penangkapan ikan di Cirebon, Jawa Barat. Yang mengasuransikan biasanya juragan kapal atau perusahaan. Sebelum pelayaran dilakukan, juragan harus membayar premi kepada perusahaan jasa asuransi sejumlah jiwa yang terlibat dalam kapal nelayan miliknya yang akan berlayar. Jenis klaim yang ditanggung asuransi ialah kecelakaan dan atau kematian selama melaut.
* Model 3 : Potongan Juragan
- Model seperti ini dilakukan oleh beberapa juragan di Juwana, Pati, Jawa Tengah.
- Potongan ini berdasarkan kesepakatan juragan, nahkoda, dan anak buah kapal (ABK) agar setiap hasil melaut di potong sebagai tabungan atau jaminan sosial.
- Jika sewaktu-waktu membutuhkan, para anak buah kapal (ABK) ataupun nahkoda bisa mengambil tabungan tersebut pada juragan.
- Pada hari raya, tabungan tersebut biasanya dibagikan sebagai tunjangan hari raya.

E. Asuransi Kesehatan
Model penjaminan kesehatan bagi nelayan sesungguhnya pernah juga dilakukan oleh lembaga keuangan (Bank Perkreditan Rakyat) yang bergerak di kalangan masyarakat pesisir. Model ini dikembangkan oleh BPR Gerbang Masa Depan di Kecamatan Galesong Selatan. Dengan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Takalar, program ini dimaksudkan untuk memberikan pinjaman sangat lunak kepada nelayan khusus untuk pembiayaan perawatan kesehatan di rumah sakit. Sifat penjaminan kesehatan ini ialah pre-finance, yaitu lembaga keuangan menanggung/menalangi terlebih dahulu seluruh biaya perawatan kesehatan pasien (dari kalangan nelayan) selama di rumah sakit. Selanjutnya, nelayan tinggal mengangsur biaya perawatan itu kepada lembaga keuangan tersebut. Syarat menjadi pasien yang tertangung ialah menjadi nasabah pada lembaga keuangan itu.

Dari sekian banyak model yang berkembang, agaknya, ada sebuah model yang bisa dikembangkan menjadi semacam ideal type dalam jaminan sosial, yaitu model yuwana, Pati, Jawa Tengah. Model ini menegaskan perlunya sebuah prasyarat bahwa dukungan pemerintah (bisa berupa peraturan daerah), civil society (seperti KUD dan kelompok-kelompok nelayan), dan pasar (dalam bentuk prosentase retribusi dari transaksi jual-beli antara nelayan dengan pedagang) saling sinergi dalam mengembangkan social insurance bagi masyarakat nelayan.

Dari seluruh rangkaian kajian, maka direkomendasikan beberapa hal yang berkaitan dengan pengembangan asuransi nelayan sebagai berikut :

* Penyaluran asuransi harus melalui salah satu lembaga lokal yang ada, baik pemerintah, KUD, PUSKUD, HNSI, atau Kelompok Nelayan
* Jika semua lembaga lokal aktif, maka dipilih lembaga yang paling efektif menyentuh nelayan, dan disosialisasikan kepada semua lembaga yang ada
* Jika semua lembaga tidak aktif, maka tanggung jawab penyaluran asuransi diserahkan kepada pemerintah lokal (bisa melalui pemerintah kabupaten/kecamatan, atau melalui TPI setempat).
* Dengan demikian, ada beberapa pekerjaan yang perlu segera dilakukan untuk melakukan transformasi sosial menuju tipe ideal, di antaranya :
- Mendorong solidaritas nelayan menjadi lebih berdimensi sosial-ekonomi
- Oleh karena itu, perlu ada upaya capacity building bagi institusi lokal sebagai pengelola asuransi nelayan secara institutional
- Sosialisasi dan ujicoba Model Ideal Asuransi Nelayan (Model Yuwana) di wilayah lain. Dalam upaya sosialisasi dan ujicoba model ini memungkinkan modifikasi berbagai hal sesuai konteks lokal
- Menyusun panduan umum tentang implementasi pengembangan asuransi nelayan.

Kegiatan pengembangan asuransi bagi nelayan dilaksanakan melalui survey dan diskusi kepada beberapa lokasi konsentrasi nelayan. Seperti di Kabupaten Pati, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Tulang Bawang, dan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Survey dan diskusi ini dimaksudkan untuk mencari model pengembangan asuransi yang sesuai dengan kondisi masyarakat pasisir di masing-masing lokasi.

Untuk tahun 2004 ini sebanyak 15.960 nelayan ikut program asuransi jiwa. Nilai premi sebesar Rp 399 juta Bantuan pembiayaan asuransi ini diberikan Departemen Kelautan dan Perikanan hanya selama dua tahun, setelah itu diharapkan timbul kesadaran sekaligus kemandirian nelayan untuk mengikuti program asuransi nelayan. Adapun nelayan peserta program ini diharapkan tersebar di beberapa Provinsi di seluruh Indonesia. Program ini terlaksana kerjasama antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan Asuransi Bumiputera. ***Sumber : Dit. PEMP – Ditjen P3K

0 komentar:

Post a Comment

 

Statistik Pengunjung