(Bagian 1)
Oleh: Zaim Mukaffi
Berbicara tentang Soeharto memang tiada akhir, pemimpin ini dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai pemimpin yang paling kontroversial sepanjang sejarah Negara ini. Kenapa kontroversial ? Karena selama masa kepemimpinannya Soeharto dianggap bertanggung jawab terhadap beberapa kasus baik kasus HAM maupun isu KKN yang melibatkan keluarga cendana dan kroni-kroninya (walaupun sampai saat ini belum ada yang membuktikan terhadap kasus-kasus tersebut).
Tanpa mengurangi rasa hormat dan keberpihakan terhadap satu diantara dua kelompok yang berbeda, tulisan kecil ini mencoba untuk melihat secara jernih kepemimpinan HM. Soeharto secara mendalam.
Kasus HAM
Selama masa kempemimpinan Soeharto kebebasan bersuara dan berpendapat nyaris adanya. Siapapun yang dianggap bertentangan dengan kebijakan nya akan mengalami persoalan yang serius. Dan memang itulah gaya kepemimpinan HM. Soeharto yang disesuaikan dengan kondisi saat itu.
Masih teringat kasus yang terjadi seperti Malari, Petisi 65, tanjung priok, kasus Semanggi 1 dan 2, serta isu kudeta militer yang dipimpin Soeharto (waktu masih menjabat KOSTRAD) terhadap Presiden Soekarno dan misteri Supersemar, merupakan sebagian dari kebijakan yang dianggap kontroversial pada masa kepemimpinan Soeharto.
Namun demikian dari beberapa kasus tersebut sampai sekarang nyaris tiada bukti yang menyatakan bahwa Soeharto terlibat secara langsung. Bagi kelompok yang pro cendana kasus tersebut bukan merupakan HAM berat karena kasus tersebut terjadi memang disebabkan oleh situasi politik yang tidak sehat pada masanya dan menyangkut masalah keamanan negara. Sedangkan bagi kelompok yang anti Soeharto (terutama korban) beranggapan bahwa kasus tersebut merupakan kejahatan HAM yang harus di usut sampai tuntas.
Bagi sebagaian masyarakat khususnya generasi pasca Soeharto, isu-isu tersebut dianggap basi dan tidak mendasar. Sebab kasus-kasus tersebut diungkap tanpa adanya penjelasan yang detail dari pihak pelapor dalam hal ini LSM maupun dari pihak korban. Contohnya apa yang diungkapkan oleh Fajrur rahman, dimana dia dan teman-temannya ditangkap oleh beberapa orang berambut cepak (yang dianggap militer) karena berdemo untuk menentang kebijakan Soeharto, kemudian kasus semanggi yang menewaskan 6 mahasiswa Trisakti yang ditembak oleh sniper-sniper karena menurunkan Soeharto dari kursi Presiden.
Perlu dipahami bahwa kasus-kasus yang diungkapkan oleh korban ke publik merupakan versi korban dan terkesan sepihak. Kiranya perlu kita bandingkan dengan apa yang diungkapkan oleh Emha Ainun Najib ketika rapat terbatas dengan Soeharto bersama dengan teman-temannya pada tanggal 19 Mei 1998, termasuk didalam rapat tersebut ada Gus Dur, Ali yafi dan lain-lain (SCTV, 28 Januari 2008) Emha mengatakan bahwa Soeharto akan turun dari jabatannya sebagai presiden asalkan setelah dia turun keamanan bangsa terjamin. Namun kenyataannya kasus di Jakarta dan diberbagai daerah kebrutalan masa dengan menjarah, memperkosa, bahkan membunuh orang-orang yang dianggap berlawanan masih terjadi dan bahkan bisa dibilang sangat parah. Tentunya Soeharto sebagai Pemimpin bangsa ini -dan saya yakin siapapun pemimpinnya- harus bertindak secara hati-hati dan preventif untuk menghentikan masa yang sudah brutal tadi dengan mengutus panglima TNI yang saat itu Jend. Wiranto untuk bertindak cepat. Akhirnya TNI dan Polisi bertindak dilapangan untuk menghentikan kebrutalan masa yang semakin parah. Dan akhirnya terjadi penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Permasalahannya bagaimana jika TNI dan Polisi tidak bertindak???? Sedangkan masa menjarah, membakar dan mahasiswa menggunakan batu dan bom molotof untuk melawan TNI dan Polisi (lihat/putar ulang kasus semanggi dan Jakarta pada Umumnya). Ini yang perlu dijawab oleh kelompok yang anti terhadap Soeharto.
Saya kira kasus-kasus yang lain dimasa Soeharto pun demikian. Maka dari itu obyektifitas dari kedua belah pihak harus tetap dijaga. Dalam artian bahwa jangan saling menyalahkan tapi harus intropeksi diri agar permasalahn cepat terjawab.
Kasus penangkapan aktivis, pembunuhan dan kasus HAM lainnya menurut penulis harus dijelaskan persoalannya secara jelas dan gamblang kepada publik, jangan sampai cerita lama tersebut hanya sepotong saja sehingga rancu dan terkesan menyalahkan pemerintah saja dan yang lebih menyedihkan akan mengubah sejarah yang sebenarnya.
Namun yang pasti sampai Sekarang HM. Soeharto sudah meninggal sedangkan kasus tersebut belum terbukti satupun dan bahkan tidak ada bukti satupun yang menyatakan Soeharto bersalah secara Hukum. Masihkah dianggapa sebagai kejahatan HAM. Wallahu a‘lam.
Tulisan ini sengaja ditulis, bukan berarti pro atau anti terhadap kelompok tertentu, tetapi dilandasi oleh rancunya informasi yang ada….dan hanya merupakan pendapat pribadi……………Bagi pihak yang tidak sepakat dengan tulisan ini tentunya dengan senang hati akan diterima sebagai tambahan referensi…
Bersambung…….
Kasus HAM
Selama masa kempemimpinan Soeharto kebebasan bersuara dan berpendapat nyaris adanya. Siapapun yang dianggap bertentangan dengan kebijakan nya akan mengalami persoalan yang serius. Dan memang itulah gaya kepemimpinan HM. Soeharto yang disesuaikan dengan kondisi saat itu.
Masih teringat kasus yang terjadi seperti Malari, Petisi 65, tanjung priok, kasus Semanggi 1 dan 2, serta isu kudeta militer yang dipimpin Soeharto (waktu masih menjabat KOSTRAD) terhadap Presiden Soekarno dan misteri Supersemar, merupakan sebagian dari kebijakan yang dianggap kontroversial pada masa kepemimpinan Soeharto.
Namun demikian dari beberapa kasus tersebut sampai sekarang nyaris tiada bukti yang menyatakan bahwa Soeharto terlibat secara langsung. Bagi kelompok yang pro cendana kasus tersebut bukan merupakan HAM berat karena kasus tersebut terjadi memang disebabkan oleh situasi politik yang tidak sehat pada masanya dan menyangkut masalah keamanan negara. Sedangkan bagi kelompok yang anti Soeharto (terutama korban) beranggapan bahwa kasus tersebut merupakan kejahatan HAM yang harus di usut sampai tuntas.
Bagi sebagaian masyarakat khususnya generasi pasca Soeharto, isu-isu tersebut dianggap basi dan tidak mendasar. Sebab kasus-kasus tersebut diungkap tanpa adanya penjelasan yang detail dari pihak pelapor dalam hal ini LSM maupun dari pihak korban. Contohnya apa yang diungkapkan oleh Fajrur rahman, dimana dia dan teman-temannya ditangkap oleh beberapa orang berambut cepak (yang dianggap militer) karena berdemo untuk menentang kebijakan Soeharto, kemudian kasus semanggi yang menewaskan 6 mahasiswa Trisakti yang ditembak oleh sniper-sniper karena menurunkan Soeharto dari kursi Presiden.
Perlu dipahami bahwa kasus-kasus yang diungkapkan oleh korban ke publik merupakan versi korban dan terkesan sepihak. Kiranya perlu kita bandingkan dengan apa yang diungkapkan oleh Emha Ainun Najib ketika rapat terbatas dengan Soeharto bersama dengan teman-temannya pada tanggal 19 Mei 1998, termasuk didalam rapat tersebut ada Gus Dur, Ali yafi dan lain-lain (SCTV, 28 Januari 2008) Emha mengatakan bahwa Soeharto akan turun dari jabatannya sebagai presiden asalkan setelah dia turun keamanan bangsa terjamin. Namun kenyataannya kasus di Jakarta dan diberbagai daerah kebrutalan masa dengan menjarah, memperkosa, bahkan membunuh orang-orang yang dianggap berlawanan masih terjadi dan bahkan bisa dibilang sangat parah. Tentunya Soeharto sebagai Pemimpin bangsa ini -dan saya yakin siapapun pemimpinnya- harus bertindak secara hati-hati dan preventif untuk menghentikan masa yang sudah brutal tadi dengan mengutus panglima TNI yang saat itu Jend. Wiranto untuk bertindak cepat. Akhirnya TNI dan Polisi bertindak dilapangan untuk menghentikan kebrutalan masa yang semakin parah. Dan akhirnya terjadi penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Permasalahannya bagaimana jika TNI dan Polisi tidak bertindak???? Sedangkan masa menjarah, membakar dan mahasiswa menggunakan batu dan bom molotof untuk melawan TNI dan Polisi (lihat/putar ulang kasus semanggi dan Jakarta pada Umumnya). Ini yang perlu dijawab oleh kelompok yang anti terhadap Soeharto.
Saya kira kasus-kasus yang lain dimasa Soeharto pun demikian. Maka dari itu obyektifitas dari kedua belah pihak harus tetap dijaga. Dalam artian bahwa jangan saling menyalahkan tapi harus intropeksi diri agar permasalahn cepat terjawab.
Kasus penangkapan aktivis, pembunuhan dan kasus HAM lainnya menurut penulis harus dijelaskan persoalannya secara jelas dan gamblang kepada publik, jangan sampai cerita lama tersebut hanya sepotong saja sehingga rancu dan terkesan menyalahkan pemerintah saja dan yang lebih menyedihkan akan mengubah sejarah yang sebenarnya.
Namun yang pasti sampai Sekarang HM. Soeharto sudah meninggal sedangkan kasus tersebut belum terbukti satupun dan bahkan tidak ada bukti satupun yang menyatakan Soeharto bersalah secara Hukum. Masihkah dianggapa sebagai kejahatan HAM. Wallahu a‘lam.
Tulisan ini sengaja ditulis, bukan berarti pro atau anti terhadap kelompok tertentu, tetapi dilandasi oleh rancunya informasi yang ada….dan hanya merupakan pendapat pribadi……………Bagi pihak yang tidak sepakat dengan tulisan ini tentunya dengan senang hati akan diterima sebagai tambahan referensi…
Bersambung…….
0 komentar:
Post a Comment