Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Thursday, October 4, 2007

Bank dan Pengembangan UKM Kelautan

Thursday, October 4, 2007
Download update terbaru Statistik UKM Tahun 2006

Sektor kelautan dalam kurun waktu tahun 1999-2004 menjadi ‘ikon’ baru dalam pembangunan nasional. Pelbagai forum ilmiah seperti seminar, lokakarya baik nasional maupun internasional yang juga melibatkan kalangan perbankan membahas keunggulan dan potensi sektor kelautan Indonesia. Di media massa pun ratusan artikel opini maupun informasi yang mengupas sektor kelautan. Walaupun demikian, perkembangan sektor kelautan masih menghadapi hambatan dalam pembiayaan.
Pihak perbankan belum memberikan respons serius untuk mengucurkan kredit bagi kegiatan usaha kecil menengah (UKM) di sektor tersebut. Membicarakan minat perbankan untuk mengucurkan kredit UKM kelautan tentu harus dipandang dari apa yang melatarbelakanginya. Se-kalipun pemerintah telah mela-kukan nota kesepahaman dengan pihak bank, belum tentu perbankan mau mengucurkan kredit. Mungkin perbankan masih terkooptasi dengan alasan klasiknya yakni sektor kelautan khususnya sub-sektor perikanan mengandung risiko tinggi (high risk), tidak ada jaminan, dan rawan terhadap kredit macet. Klausal klasik yang sudah berlangsung lama. Kalau kita menengok ke masa lalu, perbankan begitu mudahnya mengucurkan kredit di sektor non-kelautan, sekalipun hanya dengan jaminan pribadi (personal guarantee). Bahkan, terkesan mengandung unsur ketidakadilan. Kita tentu masih ingat Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang macet mencapai Rp 600 triliun-an, sampai saat ini tidak ketahuan rimbahnya. Saat ini persoalan kredit macet di berbagai bank masih juga terjadi. Terakhir adalah pembobolan Bank BNI sebesar Rp 1,7 triliun.
Problem
Untuk meyakinkan bank agar mengucurkan kredit UKM kelautan, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa problem yang masih menjadi alasan perbankan sulit mengucurkan kredit, yakni pertama, kelemahan dalam pendataan UKM kelautan. Sampai sekarang ini kita belum mengetahui jenis, jumlah dan aset usaha UKM kelautan. Data UKM yang tersedia saat ini masih bersifat umum dan belum ada klasifikasi yang jelas. Kondisi pendataan yang demikian menyulitkan pihak perbankan untuk mengindentifikasi UKM kelautan. Kita belum mengetahui juga sejauh mana penyebaran UKM kelautan di seluruh Indonesia, daya serap UKM kelautan terhadap kredit perbankan, sumber pembiayaan selama ini dan bagaimana performance kinerjanya. Pekerjaan pendataan ini harusnya dilakukan oleh pemerintah khususnya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang bekerja sama dengan Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah. Ketersediaan data ini akan berperan dalam menginformasikan dan meyakinkan bank agar tidak merasa “membeli kucing dalam karung”. Kedua, alasan yang bersifat klasik yakni sektor kelautan mengandung risiko tinggi dan tidak adanya jaminan yang diagunkan. Persoalan ini harusnya teratasi apabila pemerintah mampu memberikan konsepsi yang jelas kepada perbankan. Dalam konsepsi tersebut juga perlu dirumuskan bagaimana pembagian tanggung jawab antara pemerintah dan perbankan sehingga mampu mengontrol dan mengawasi implementasi program yang dibiayai dengan kredit perbankan. Ketiga, dari sisi kebijakan kelautan nasional, pemerintah saat ini belum mampu memberikan blue print pengembangan UKM kelautan secara detail, baik dari aspek kelayakan ekonomi maupun finansial. Cetak biru ini penting sekali untuk menilai sejauh mana kelayakan ekonomi maupun finansial sehingga program yang dibiayai dengan kredit perbankan tidak mengalami kredit macet dan mampu memberikan manfaat (benefit) serta meningkatkan produktivitas usaha.
Kelayakan
Kekeliruan yang terjadi dalam kebijakan pembangunan kelautan selama ini adalah, pertama, ketika pemerintah menjustifikasi keunggulan sektor kelautan terlalu bersifat pragmatis. Pemerintah kerap memunculkan indikator-indikator makro ekonomi sebagai bukti keunggulan itu seperti seberapa besar kontribusinya terhadap PDB nasional, nilai produksi perikanan, dan tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Kedua, pendekatan yang diinginkan perbankan dalam mengucurkan kredit tidak memungkinkan dengan cara pendekatan proyek ala pemerintah. Sebabnya prosedur dan mekanisme kelembagaannya yang berlaku dalam institusi perbankan dan pemerintah relatif berbeda. Pendekatan proyek ala pemerintah juga sangat rawan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), karena adanya pihak-pihak yang berada di birokrasi yang ikut memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Agar perbankan tidak gamang dalam mengembangkan UKM kelautan, maka sudah saatnya diformulasikan strategi yang jitu. Yang harus disasar adalah terbangunnya komitmen bersama pemerintah dan perbankan dan keduanya membagi tanggung jawab dalam menyukseskan pengembangan UKM kelautan. Tanggung jawab pemerintah membangun infrastruktur pendukung dan menyiapkan kapasitas SDM yang menunjang pengembangan UKM kelautan, sehingga memenuhi kelayakan ekonomi maupun finansial. Sedangkan peran perban-kan adalah mempermudah pengucuran kredit UKM kelautan seperti pengadaan alat tangkap dan kapal ikan bagi nelayan tradisional, pengadaan alat pengolahan hasil perikanan, pembiayaan industri kecil kelautan, dan pengadaan sarana produksi industri pertambakan.
Investasi pemerintah yang dimaksud misalnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pelabuhan perikanan, sarana penyediaan bahan bakar minyak (BBM), dan cold storage. Sedangkan upaya peningkatan kapasitas SDM adalah menyiapkan SDM yang akan berperan dalam merekomendasikan dan mengawasi implementasi kredit. Ini dilakukan melalui program pelatihan yang memfokuskan pada penguasaan tentang dunia perbankan dan strategi pengembangan UKM kelautan. Supaya SDM yang sudah dilatih memiliki kualifikasi yang diakui, maka pihak perbankan dan pemerintah sebaiknya memberikan akreditasi dan sertifikat sebagai tanda mereka siap untuk dijadikan pendamping dan pengelola kredit UKM kelautan. Mereka ditempatkan pada sentral-sentral pengembangan UKM kelautan dan digaji oleh pemerintah. Pendanaan untuk menyiapkan infrastruktur dan SDM ini berasal dari dana APBN sektor kelautan.
Penulis adalah peneliti Center for Information and Development Studies, Indonesia, Jakarta.
Sumber: www.sinarharapan.co.id

1 komentar:

kreditukm.blogspot.com said...

Artikelnya yang terbaru ada ngga bang? aniwe, nice post. Ditunggu updatenya yah..

Lintang
http://kreditukm.blogspot.com

Post a Comment

 

Statistik Pengunjung